Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara, setiap tahun disusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setelah ditetapkannya APBN oleh Pemerintah bersama DPR, tahapan berikutnya adalah pelaksanaan anggaran yang secara formal dimulai pada saat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) ditetapkan dan diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran (PA), dalam hal ini masing-masing Satuan Kerja pada Kementerian/Lembaga (K/L) di daerah.
Sebagai salah satu dasar pelaksanaan anggaran (pembayaran/pencairan) dibuatlah komitmen/perikatan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah. Bentuk komitmen dapat berupa kontrak/perjanjian. Setelah kontrak ditandatangani, dalam rangka penyediaan dana, maka perlu disampaikan/didaftarkan dalam jangka waktu tertentu ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di daerah. Selanjutnya atas pekerjaan kontrak yang sudah selesai (Berita Acara Serah Terima-BAST), Satuan Kerja (satker) berkewajiban menyampaikan tagihan ke KPPN dalam jangka waktu tertentu.
Dalam rangka pengajuan tagihan pembayaran, satker menerbitkan Surat Perintah Membayar ( SPM) kepada KPPN, yang diatur batas waktu penyampaiannya. Secara bulanan, tagihan pembayaran atau pencairan dana tersebut dibandingkan dengan rencana penarikan dana (RPD) pada DIPA (Halaman III). Secara prinsip, realisasi penyerapan/pencairan anggaran merupakan ukuran rencana kerja pemerintah telah dilaksanakan, sehingga semakin cepat penyerapan anggaran, maka semakin cepat pula rencana kerja dilaksanakan. Ukuran lain selain penyerapan anggaran adalah capaian output, dimana semakin cepat capaian output tercapai, maka semakin cepat pula program pemerintah dapat dinikmati oleh masyarakat.
Pada kenyataannya, tidak semua proses pelaksanaan anggaran berjalan sebagaimana mestinya. Banyak terdapat perubahan perencanaan sehingga memerlukan revisi DIPA. Keterlambatan tersebut juga seringkali disebabkan kontrak/komitmen terlambat didaftarkan, pengajuan tagihan terlambat diajukan kepada KPPN sehingga pencairan anggaran tidak sesuai dengan RPD Halaman III DIPA. Hal ini mengakibatkan realisasi anggaran K/L menumpuk di akhir tahun sehingga capaian output terlambat.
Demikian juga dengan penyerapan anggaran K/L di Jawa Tengah. Berdasarkan data Online Monitoring Sistem Perbendaharaan Negara (OM-SPAN), penyerapan anggaran K/L Jawa Tengah relatif menumpuk pada bulan Desember. Pada tahun 2019, sekitar 16,89% penyerapan anggaran terjadi pada bulan Desember, demikian halnya pada tahun 2020 sekitar 17,04%, dan tahun 2021 sekitar 16,26%. Untuk tahun anggaran 2022, kinerja penyerapan K/L ini akan terulang kembali mengingat penyerapan anggaran per bulan November 2022 masih berkisar 82,54%.

Salah satu cara menghitung pertumbuhan ekonomi melalui perhitungan Belanja Pemerintah (G) dengan nilai investasi (I), nilai realisasi konsumsi (C), dan nilai Ekspor yang dikurangi dengan nilai impor (X-M) atau dalam rumusnya dikenal sebagai Y = C+I+G+(X-M). Dalam kondisi tertentu, utamanya masih dalam pemulihan masa pandemi Covid-19, kinerja konsumsi sektor rumah tangga dan produksi masih belum pulih sepenuhnya, demikian pula sektor investasi. Sehingga, belanja pemerintah diharapkan menjadi salah satu pemicu utama dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi, setidaknya dalam masa pemulihan ekonomi.
Mengutip data Asset & Liabilities Comitte (ALCo) Regional Jawa Tengah, nilai APBN untuk Jawa Tengah pada tahun 2022 sebesar Rp127,45 triliun dimana Rp36,49 triliun merupakan pagu anggaran satker K/L di Jawa Tengah. Apabila kinerja penyerapan anggaran per November 2022 masih 82,54%, maka masih terdapat sekitar Rp6,37 triliun yang masih perlu diserap pada bulan Desember 2022. Untuk tahun 2023, Jawa Tengah mendapatkan alokasi Rp104,28 triliun dari APBN, dimana Rp38,28 triliun (36,7%) merupakan alokasi pagu anggaran satker K/L di Jawa Tengah.
Perlu disadari bersama oleh Kepala Satker yang bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bahwa pelaksanaan anggaran yang konsisten dengan rencana yang dituangkan dalam DIPA, dapat berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Melihat tren kinerja penyerapan anggaran sejak 2019 yang masih belum membaik, peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), dalam hal ini Inspektorat Jenderal dan BPKP perlu didorong untuk mengawasi sekaligus mencari solusi atas lambatnya kinerja anggaran belanja K/L agar anggaran yang telah dialokasikan dapat berdampak optimal untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah.
Bagus Ardiannova, SST, Ak, MBA
Pegawai Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Tengah, Kementerian Keuangan