Categories
Opini

Nasib Budaya “Thrifting” di Tanah Air Pasca Larangan Impor Baju Bekas

Nisa Luthfi Putri Nabila, FEB UNS

Belakangan ini, budaya membeli baju bekas atau yang sering disebut dengan ‘thrifting’ hype kembali marak dikalangan pemuda. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru di dunia fashion. Sebenarnya penjual baju bekas impor sudah lama ada. Namun, baru 2 tahun belakangan ini menjadi ramai kembali. Pasalnya, banyak baju – baju bagus dan layak pakai yang bisa didapatkan dengan harga yang sangat murah. Tentu saja hal ini sangat menarik bagi orang – orang penggemar fashion. Barang – barang yang didapat dari thrifting juga tidak pasaran dan jarang dimilliki orang lain, sehingga menjadi poin plus bagi pembeli baju bekas impor tersebut.

Saat gencar – gencarnya masyarakat Indonesia melakukan kegiatan thrifting, pemerintah malah mengeluarkan larangan adanya impor baju bekas di tanah air. Dalam aturan pemerintah ini Kementerian Perdagangan menyampaikan impor barang bekas memang dilarang, yang dimaksud dalam kata ‘barang’ itu termasuk pakaian.

“Impor barang bekas dilarang impornya secara Undang-Undang, turunannya Permendag, ini umum, impor televisi bekas, AC bekas, termasuk pakaian bekas. Yang diselundupkan yang diproses dan dimasukkan” begitu yang disampaikan oleh Zulkifli selaku Menteri Perdagangan pada konferensi pers di Tempat Penimbunan Pabean, Bekasi (28 Maret 2023).

Larangan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2022, Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pada pasal 2 nomor 3 huruf d tertulis bahwa barang dilarang impor berupa kantong bekas, karung bekas dan pakaian bekas.

Dikeluarkannya kebijakan tersebut tentu saja menjadi kabar buruk untuk beberapa kalangan diantaranya para penggemar pakaian thrift, penjual thrift, bahkan penyelenggara event thrifting. Sudah banyak event – event yang mewadahi para UMKM penjual baju bekas impor untuk menjualkan barang – barang mereka pada sebuah acara yang tentu saja sangat diminati para pemuda. Tidak banyak dari mereka yang kontra dan memprotes dengan adanya kebijakan ini. Barang – barang yang sudah diimpor dan siap untuk dipasarkan tiba – tiba disita oleh pemerintah, tentu saja sangat merugikan bagi para penjual thrift

Pemerintah menjelaskan mengapa dikeluarkan kebijakan ini dikarenakan adanya risiko dari impor baju bekas akan mengganggu industri dalam negeri terutama industri tekstil. Bagi UMKM dan brand – brand lokal yang menjual barang baru merasa sangat diuntungkan dengan larangan impor baju bekas ini. Mereka sempat dikhawatirkan dengan budaya thrifting yang membuat masyarakat lebih memilih membeli baju bekas daripada baju baru. 

Realisasi kebijakan pemerintah dalam melarang impor baju bekas ini belum sepenuhnya dipatuhi oleh masyarakat Indonesia. Buktinya masih banyak penjual thrift bahkan masih ada event thrifting di beberapa daerah. Masyarakat menganggap larangan ini belum sepenuhnya menjadi larangan yang tegas, sehingga masih banyak pro dan kontra dalam pelaksanaannya.

#Nisa Luthfi Putri Nabila, Mahasiswa FEB UNS Jurusan Ekonomi Pembanguan

#SBK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *